Saatnya anda tahu, siapa kami dan bagaimana tata kerja Pemerintah Desa ... ?

  • Nov 20, 2020
  • Sitirejo-Tambakromo

ENSIKLOPEDIA DESA

Administrasi Keuangan

Deskripsi Sistem Administrasi Keuangan Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, sistem pengadministrasian APB Desa pada dasarnya terbagi atas pengelolaan pendapatan, belanja, pembiayaan, perencanaan, pelaporan dan penatausahaan keuangan desa.

  • 1. Pendapatan Desa

    Pendapatan desa adalah semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa terdiri atas:
    • a. Pendapatan asli desa atau PA Desa berupa hasil usaha baik dari hasil BUMDesa atau tanah kas desa, hasil aset (tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, jaringan irigasi), swadaya, partisipasi, dan gotong royong (membangun dengan kekuatan sendiri yang melibatkan peran serta masyarakat berupa tenaga, barang yang dinilai dengan uang), dan lain-lain (pendapatan asli desa merupakan hasil pungutan desa).
    • b. Transfer berupa Dana Desa, bagian dari hasil pajak daerah kabupaten/kota dan retribusi daerah, Alokasi Dana Desa, bantuan keuangan dari APBD Provinsi (dapat bersifat umum dan khusus). Bila bersifat khusus dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan (paling sedikit 70% dan paling banyak 30%), Bantuan keuangan APBD Kabupaten/Kota (dapat bersifat umum dan khusus. Bila bersifat khusus dikelola dalam APBDesa tetapi tidak diterapkan dalam ketentuan penggunaan paling sedikit 70% dan paling banyak 30%).
    • c. Pendapatan lain-lain yaitu hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat (pemberian berupa uang dari pihak ketiga) dan lain-lain pendapatan desa yang sah (pendapatan sebagai hasil kerjasama dengan pihak ketiga dan bantuan perusahaan yang berlokasi di desa).
  • 2. Belanja Desa

    Belanja desa meliputi pengeluaran dari rekening desa yang merupakan kewajiban desa dalam 1 (satu) tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh desa. Belanja desa digunakan dalam rangka mendanai penyelenggaraan kewenangan desa. Belanja desa terdiri atas kelompok penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan belanja tak terduga. Kelompok belanja di atas dibagi dalam kegiatan sesuai dengan kebutuhan desa (belanja pegawai, belanja barang & jasa, dan belanja modal) yang telah dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). Belanja pegawai adalah pengeluaran penghasilan tetap dan tunjangan (Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa) yang dilakukan setiap bulan.
  • 3. Pembiayaan Desa

    Pembiayaan desa meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayan desa terdiri atas penerimaan pembiayaan, yang mencakup:
    • a. Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya. SiLPA adalah pelampauan penerimaan pendapatan terhadap belanja, penghematan belanja, dan sisa dana kegiatan lanjutan, yang digunakan untuk menutup defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan, dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan.
    • b. Pencairan dana cadangan adalah dana yang bersumber dari penyisihan atas penerimaan desa, kecuali dari penerimaan yang penggunaannya telah ditentukan secara khusus berdasarkan peraturan perundang-undangan.
    • c. Hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. Kekayaan desa yang dipisahkan adalah kekayaan milik desa baik bergerak maupun tidak yang dikelola oleh BUMDesa. Hasil penjualan digunakan untuk menganggarkan hasil penjualan kekayaan desa yang dipisahkan. Dana cadangan ditetapkan dengan peraturan desa yang paling sedikit memuat: penetapan tujuan pembentukan dana cadangan, program & kegiatan yang akan dibiayai, besaran & rincian tahunan dana cadangan yang harus dianggarkan, sumber dana cadangan, dan tahun anggaran pelaksanaan.
  • 4. Perencanaan APB Desa

    Perencanaan APB Desa secara umum terdiri dari dua tahap, yaitu tahap I: Perencanaan. Pada tahap ini Sekretaris Desa menyusun rancangan peraturan desa tentang APB Desa. Kemudian Kepala Desa menyampaikan kepada BPD untuk dibahas dalam musyawarah desa. Pada akhirnya BPD melalui forum musyawarah desa melakukan penyepakatan bersama (paling lambat Oktober tahun berjalan). Tahap II: Evaluasi (lingkup Kab/Kota) maksimal 3 hari sejak disepakati bersama BPD untuk dievaluasi. Kepala Desa menetapkan evaluasi paling lama 20 hari kerja sejak diterimanya rancangan peraturan desa tentang APB Desa kepada Bupati/Walikota.
  • 5. Pelaksaan APB Desa

    Pelaksanaan atas APB Desa yang telah disahkan terdiri dari 3 aspek penting, yaitu pelaksanaan atas penerimaan, pelaksanaan dan perubahan APBDesa. Pada aspek penerimaan desa, semua penerimaan dalam rangka pelaksanaan keuangan desa harus melalui rekening kas desa dan didukung bukti yang lengkap dan sah. Khusus desa yang belum memiliki layanan perbankan diwilayahnya akan diatur oleh Pemerintah Kab/Kota. Pemerintah Desa dilarang melakukan pungutan sebagai pemasukan selain yang ditetapkan dalam peraturan desa. Bendahara dapat menyimpan uang di kas desa dalam rangka yang memenuhi kebutuhan operasional dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan Bupati/Walikota. Kemudian semua proses itu diakhiri dengan penetapan dana pada rekening desa.
  • 6. Penatausahaan APB Desa

    Bendahara desa wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib . Bendahara desa wajib membuat laporan pertanggungjawaban yang disampaikan setiap bulan kepada kepala desa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Penatausahaan, penerimaan, dan pengeluaran menggunakan buku kas umum, buku kas pembantu pajak, dan buku bank.

Peraturan terkait Sistem Administrasi Keuangan Desa :

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014, dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
  • 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Siapa yang akan mendampingi desa dalam hal pengelolaan keuangan? Bagaimana pembiayaannya?

Pendamping utama adalah Pemerintah Kabupaten/Kota yang dapat didelegasikan kepada Camat serta dapat dibantu oleh pendamping profesional. Pendampingan desa yang dilakukan aparat pemerintah dibiayai dengan anggaran rutin, sedangkan untuk pendamping profesional dapat dibiayai oleh Pemerintah Pusat/Daerah atau bahkan oleh desa sendiri. Desa juga dapat meminta bimbingan dan konsultansi kepada pihak yang berkompeten seperti Camat/Staf Kecamatan, BPMD, Bappeda Kabupaten/Kota, Bagian Pemdes Kabupaten, profesional di bidang pengelolaan keuangan desa, dan sebagainya.


Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, menurut UU No 6 Tahun 2014 tentang desa menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna memgelola asset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. BUM Desa merupakan badan usaha yang ditetapkan melalui Peraturan Desa berdasarkan hasil keputusan Musyawarah Desa. Artinya, pembentukan BUM Desa hanya didasarkan pada Peraturan Desa dan tidak membutuhkan pengesahan dari akta notaris. Meskipun demikian, berdasarkan pasal 7 UU nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum seperti perseroan terbatas dan lembaga keuangan mikro.

Dasar hukum dan peraturan pelaksanaan BUM Desa adalah: Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi No. 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Tujuan BUM Desa adalah:

  • a. Meningkatkan perekonomian desa,
  • b. Mengoptimalkan asset desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan desa,
  • c. Meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa,
  • d. Mengembangkan rencana kerja sama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga,
  • e. Menciptakan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga,
  • f. Membuka lapangan kerja,
  • g. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi desa, dan
  • h. Meningkatkan pendapatan masyarakat desa dan pendapatan asli desa.

Desa dapat mendirikan BUM Desa dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: Inisiatif Pemerintah Desa dan/atau masyarakat desa; potensi usaha ekonomi desa; sumberdaya alam di desa; sumberdaya manusia yang mampu mengelola BUM Desa; penyertaan modal dari Pemerintah Desa dalam bentuk pembiayaan; dan kekayaan desa yang diserahkan untuk dikelola sebagai bagian dari usaha BUM Desa

Persiapan Pendirian Bumdesa

Beberapa persiapan awal yang perlu dilakukan oleh desa antara lain, yaitu: Sosialisasi ide atau inisiatif pendirian BUM Desa. Ide atau inisiatif ini bisa muncul dari Pemerintah Desa dan atau masyarakat. Dari manapun inisiatif tersebut jika dirasa baik bagi masyarakat, maka kuncinya adalah harus dibahas di dalam Musyawarah Desa. Kemudian melakukan tinjauan atau kajian ringkas mengidentifikasi potensi-potensi apa saja yang ada di desa, baik potensi sumberdaya alam, potensi pertanian, peternakan, perikanan, pariwisata, potensi budaya dan tradisi, potensi SDM masyarakat yang ada, potensi aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa; dan melakukan identifikasi atas aset-aset dan kekayaan yang ada di desa, serta memilah-milah mana yang merupakan kewenangan desa dan mana yang bukan kewenangan desa atas aset dan kekayaan yang ada di desa tersebut. Berdasarkan identifikasi tersebut kemudian ditetapkan peraturan desa tentang aset dan kekayaan desa yang menjadi kewenangan desa.

Tahapan pendirian BUM Desa dapat dirinci sebagai berikut: Tahap I (Pra Musyawarah Desa) melakukan sosialisasi dan penjajakan kepada warga desa peluang pendirian BUM Desa, melakukan pemetaan aset dan kebutuhan warga, menyusun draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga BUM Desa, dan menentukan kriteria pengurus organisasi pengelola BUM Desa. Tahap II (Musyawarah Desa) menyampaikan hasil pemetaan dan potensi jenis usaha, menyepakati pendirian BUM Desa sesuai dengan kondisi ekonomi, potensi jenis usaha dan sosial budaya masyarakat; membahas Draf Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, memilih kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa, sumber permodalan BUM Desa, dan membentuk panitia Ad-Hock perumusan Peraturan Desa tentang pembentukan BUM Desa. Tahap III (Pasca Musdes) menyusun Rancangan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa yang mengacu pada UU Desa, Peraturan Pelaksananaan dan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pembahasan Rancangan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa, dan penetapan Peraturan Desa tentang Penetapan Pendirian Badan Usaha Milik Desa. Permendesa PDT dan Transmigrasi No. 4 tahun 2015 Pasal 7 menyatakan bahwa BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Keberadaan unit usaha yang berbadan hukum tersebut dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. Susunan kepengurusan organisasi pengelola BUM Desa terdiri dari: (a) Penasihat; (b) Pelaksana Operasional; dan (c) Pengawas.

Modal awal BUM Desa berasal dari penyertaan modal desa yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Modal awal untuk BUM Desa tidak harus berasal atau dialokasi dari transfer Dana Desa. Modal awal untuk BUM Desa tersebut dapat dialokasikan dari dana manapun yang sudah masuk di rekening kas desa sebagai Pendapatan Desa di dalam APB Desa. Untuk mengembangkan usaha BUM Desa, desa selanjutnya dapat menambah penyertaan modal kepada BUM Desa yang dialokasikan melalui anggaran pembiayaan dalam APB Desa. Besaran penyaluran penyertaan modal harus mempertimbangkan kondisi keuangan desa dan kemampuan kapasitas BUM Desa dalam mengembangkan kegiatan usaha/bisnisnya. Kekayaan BUM Desa yang berasal dari penyertaan modal desa merupakan kekayaan desa yang dipisahkan.

Peraturan Terkait Pembangunan Desa :

  • 1. Permendesa DTT No. 1/2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
  • 2. Permendesa DTT No. 2/2015 Tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
  • 3. Permendesa DTT No. 4/2015 Tentang Pendirian, Pengurusan, dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa.

Definisi Badan Usaha Milik Desa?

Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Apa Perbedaan antara BUM Desa dengan Koperasi?

Perbedaan penting antara BUM Desa dengan koperasi antara lain: BUM Desa dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa dan warga desa, yang meletakkan kekuasaan tertinggi pada Musyawarah Desa. Sedangkan Koperasi adalah kelembagaan ekonomi yang didirikan oleh beberapa orang yang mempunyai tujuan sama, dan kekuasaan tertinggi ada pada rapat anggota. Keuntungan usaha BUM Desa berupa SHU (Sisa Hasil Usaha) menjadi pendapatan bagi PA Desa (Pendapatan Asli Desa) dan digunakan untuk kesejahteraan warga desa lewat pembangunan. Sedangkan keuntungan SHU dalam koperasi dibagikan untuk kesejahteraan anggota koperasi.

Bagaimana status badan hukum BUM Desa?

Dalam Permendesa PDTT No. 4/2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa Pasal 7, dijelaskan bahwa: (1) BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. (2) Unit usaha yang berbadan hukum dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat. (3) Dalam hal BUM Desa tidak mempunyai unit-unit usaha yang berbadan hukum, bentuk organisasi BUM Desa didasarkan pada Peraturan Desa tentang Pendirian BUM Desa.

Apakah pendirian BUM Desa merupakan kewenangan lokal berskala Desa?

BUM Desa dikategorikan ke dalam Kewenangan Lokal Berskala Desa di bidang pemerintahan Desa ( Pasal 8 huruf l Permendesa PDTT No. 1/2015). Hal ini dimaksudkan agar:

  • 1. Pendirian, penetapan dan pengelolaan BUM Desa, didasarkan pada asas rekognisi dan asas subsidiaritas;
  • 2. Dana Desa digunakan untuk membiayai proses partisipatif dalam pembentukan BUM Desa.
  • 3. Desa menghasilkan pendapatan asli desa berdasarkan kewenangan lokalnya, termasuk hasil dari usaha BUM Desa.

Jika salah satu BUM Desa berbadan hukum, apakah yang berbadan hukum hanya unit usahanya saja?

Unit usaha dalam BUM Desa dapat berbadan hukum. Unit usaha simpan pinjam yang berbadan hukum PT dilegalisasi dengan akte notaris. Modal BUM Desa dalam LKM tersebut sebesar 60 persen seperti dinyatakan Desa dalam Pasal 4 jo. Pasal 5 ayat (1) dan (2) UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.

Apakah legalitas AD/ART BUM Desa dapat ditetapkan dalam Surat Keputusan Kepala Desa atau Peraturan Desa?

AD/ART dalam PP No. 47/2015 Pasal 136 ayat (4) dan Pasal 5 Permendesa PDTT No. 4 Tahun 2015 tentang BUM Desa, cukup dibahas dalam Musyawarah Desa agar prakarsa masyarakat Desa tetap mendasari substansi AD/ART. AD/ART dibahas dalam Musyawarah Desa dan ditetapkan oleh kepala desa sebagaimana diatur dalam PP tentang Desa Pasal 136 ayat (5). Idealnya, secara hukum-prosedural, AD/ART ditetapkan dalam Peraturan Kepala Desa yang didasari oleh Perdes pendirian BUM Desa.

Apakah perbedaan BUMDESA Bersama dan BUMDESA antar Desa?

BUM Desa berada dalam lingkup lokal-desa dan ditetapkan dengan peraturan desa. BUM Desa Bersama berkedudukan di kawasan perdesaan dan ditetapkan dengan Peraturan Bersama Kepala Desa. BUM Desa antardesa berkedudukan pada desa masing-masing, berada dalam skema kerjasama antardesa, terdiri dari 2 (dua) atau lebih BUM Desa skala lokal dan diatur melalui kesepakatan yang dituangkan dalam Naskah Perjanjian Kerja Sama antar BUM Desa.


Dana Desa

Deskripsi Peruntukan Dana Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

Penggunaan Dana Desa diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Transmigrasi di mana setiap tahun diterbitkan oleh Kementerian Desa PDTT memiliki fokus dan prioritas yang berbeda yang menjadi pedoman bagi desa merencanakan dan memanfaatkan Dana Desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa merupakan pilihan kegiatan yang didahulukan dan diutamakan daripada pilihan kegiatan lainnya untuk dibiayai dengan Dana Desa, di mana prioritas penggunaan dana desa bertujuan :

  • 1. Memberikan acuan bagi penyelenggaraan kewenangan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala desa yang dibiayai oleh Dana Desa dalam melaksanakan program dan kegiatan;
  • 2. Memberikan acuan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun pedoman teknis penggunaan Dana Desa; dan
  • 3. Memberikan acuan bagi Pemerintah Pusat dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan penggunaan Dana Desa.

Prioritas Penggunaan Dana Desa;

Berdasarkan pasal 4 Peraturan Menteri Desa Nomor 19 tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018 adalah:

  • 1. Prioritas Penggunaan Dana Desa untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan di bidang pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa.
  • 2. Prioritas penggunaan Dana Desa diutamakan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan yang bersifat lintas bidang.
  • 3. Program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain bidang kegiatan produk unggulan desa atau kawasan perdesaan, BUM Desa atau BUM Desa Bersama, embung, dan sarana olahraga desa sesuai dengan kewenangan desa.
  • 4. Pembangunan sarana olahraga desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan unit usaha yang dikelola oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama.
  • 5. Prioritas penggunaaan Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dipublikasikan oleh Pemerintah Desa kepada masyarakat desa di ruang publik yang dapat diakses masyarakat desa.

Selain dari prioritas tersebut, dana desa digunakan untuk membiayai Pembangunan Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan serta membiayai membiayai program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat desa dengan mendayagunakan potensi dan sumberdayanya sendiri sehingga desa dapat menghidupi dirinya secara mandiri.

Bidang pembangunan antara lain :

  • 1. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana dasar.
  • 2. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana pelayanan sosial dasar.
  • 3. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana ekonomi untuk mewujudkan Lumbung Ekonomi Desa.
  • 4. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan
  • 5. Pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

Sedangkan bidang pemberdayaan masyarakat di antaranya :

  • 1. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan desa;
  • 2. Pengembangan kapasitas di desa meliputi: pendidikan, pembelajaran, pelatihan, penyuluhan dan bimbingan teknis, dengan materi tentang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa;
  • 3. Pengembangan ketahanan masyarakat desa;
  • 4. Pengelolaan dan pengembangan sistem informasi desa;
  • 5. Dukungan pengelolaan kegiatan pelayanan sosial dasar di bidang pendidikan, kesehatan, pemberdayaan perempuan dan anak, serta pemberdayaan masyarakat marginal dan anggota masyarakat desa penyandang disabilitas;
  • 6. Dukungan pengelolaan kegiatan pelestarian lingkungan hidup;
  • 7. Dukungan kesiapsiagaan menghadapi bencana alam dan penanganannya;
  • 8. Dukungan permodalan dan pengelolaan usaha ekonomi produktif yang dikelola oleh BUM Desa dan/atau BUM Desa Bersama;
  • 9. Dukungan pengelolaan usaha ekonomi oleh kelompok masyarakat, koperasi dan/atau lembaga ekonomi masyarakat desa lainnya;
  • 10. Pengembangan kerja sama antardesa dan kerja sama desa dengan pihak ketiga; dan
  • 11. Bidang kegiatan pemberdayaan masyarakat desa lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

Peraturan terkait Peruntukan Dana Desa:

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.
  • 2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2015 tentang perubahan PP Nomor 60 tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN.
  • 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 tahun 2016 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan dan Evaluasi Dana Desa.
  • 4. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.

Apa saja jenis pembangunan yang bisa didanai dari Dana Desa?

Jenis pembangunan yang bisa didanai dari Dana Desa di antaranya:

  • 1. Pemenuhan kebutuhan dasar (pengembangan pos kesehatan desa dan polindes, pengelolaan dan pembinaan pos yandu, dan pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini);
  • 2. Pembangunan sarana dan prasarana desa (pembangunan dan pemeliharaan jalan desa, jalan usaha tani, embung desa, sanitasi lingkungan, pembangunan dan pengelolaan air bersih skala desa);
  • 3. Pengembangan potensi ekonomi lokal (pendirian dan pengembangan BUM Desa, pembangunan dan pengelolaan pasar desa, tempat pelelangan ikan, lumbung pangan desa, pengembangan benih lokal);
  • 4. Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan (komoditas tambang mineral bukan logam, komoditas tambang batuan, rumput laut, hutan milik desa, pengelolaan sampah).

Bagaimana bila Dana Desa dicairkan tetapi Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa belum ditetapkan?

UU Desa beserta peraturan pelaksanannya tidak secara tersurat mengharuskan Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa terbit lebih dahulu, sebelum Peraturan Bupati/Walikota tentang pencairan dana desa. Oleh karena itu, dana desa bisa dicairkan lebih dulu dengan dasar Peraturan Bupati/Walikota tentang pencairan dana desa, meskipun belum terbit Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

Apa syarat penyaluran Dana Desa?

Berdasarkan PP No. 22/2015 (pengganti PP No. 60/2014), Dana Desa hanya dapat dicairkan jika Kabupaten/kota dan Desa telah memenuhi persyaratan. Di tingkat Kabupaten/kota syarat yang harus terpenuhi, yaitu: (1) peraturan bupati/walikota tentang tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa untuk tiap desa, (2) peraturan daerah mengenai APBD tahun berjalan dan (3) laporan realisasi Dana Desa tahun anggaran sebelumnya. Persyaratan tersebut harus disampaikan oleh Kabupaten ke DJPK sebelum pencairan pertama. Di tingkat desa syarat yang harus terpenuhi, yaitu: (1) APB Desa yang telah ditetapkan melalui peraturan desa dan 2) laporan realisasi pengggunaan Dana Desa semester sebelumnya. Selain itu, diperlukan pula pelaporan penyerapan Dana Desa melalui aplikasi Online Monitoring Sistem Perbendaharaan Anggaran Negara (OM SPAN).

Apakah Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai penanganan bencana alam?

Bencana alam yang menimbulkan kerusakan infrastruktur sebagai sesuatu yang mendesak untuk dibenahi. Jadi masuk dalam prioritas Dana Desa. Jalan desa, gorong-gorong, sanitasi air, maupun tanggul penahan banjir yang rusak harus dibangun kembali. Tentunya dengan penataan baru yang lebih baik dan tahan terhadap bencana. Sesuai dengan Permendesa PDTT No. 12/2016 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2017 diatur bahwa pengadaan, pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan sarana prasarana lingkungan untuk pemenuhan kebutuhan: (1) kesiapsiagaan menghadapi bencana alam; (2) penanganan bencana alam; (3) penanganan kejadian luar biasa lainnya; dan (4) pelestarian lingkungan hidup.

Di mana informasi mengenai besaran Dana Desa (DD) dapat diperoleh?

Desa dapat mengetahui besar dana yang akan diperoleh melalui transfer dari pemerintah dan pemerintah daerah. Desa mengetahui dana yang bersumber dari Dana Desa setelah Pemerintah menetapkan APBN. Sedangkan dana yang bersumber dari ADD dan bagi hasil pajak daerah setelah Pemerintah Daerah menetapkan APBD. Di tingkat pusat alokasi DD di bawah Dirjen Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan (DJPK) dan Alokasi Dana Desa di bawah Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa. DJPK akan menginformasikan total transfer DD ke kabupaten dan kabupaten menginformasikan total DD dan ADD ke setiap desa. Karena itu, informasi yang paling valid mengenai jumlah DD dan ADD yang akan diterima oleh tiap desa adalah informasi yang bersumber dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di tiap kabupaten.


Data Kondisi

Deskripsi Data Kondisi Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, data kondisi desa diperlukan untuk mengukur sampai sejauh mana perkembangan dan kemajuan desa dan masyarakat desa. Dalam rangka mengurangi jumlah desa tertinggal dan meningkat jumlah desa mandiri, Kemendes PDTT meluncurkan Indeks Desa Membangun (IDM) melalui melalui Permendesa PDTTrans Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun. Adapun dasar penyusunan indikator yang ada dalam IDM adalah meletakkan prakarsa dan kuatnya kapasitas masyarakat sebagai basis utama dalam proses kemajuan dan pemberdayaan desa.

IDM menggunakan 3 dimensi, yaitu:

  • 1. Dimensi Sosial, terdiri dari: Pelayanan Kesehatan (Waktu Tempuh ke prasarana kesehatan < 30 menit, Ketersediaan tenaga kesehatan, bidan, dokter dan nakes lain, Tingkat aktivitas posyandu, Akses ke poskesdes, polindes dan posyandu, dan Tingkat kepesertaan BPJS), Pendidikan (Akses ke Pendidikan Dasar SD/MI
  • 2. Dimensi Ekonomi, terdiri dari: Terdapat lebih dari satu jenis kegiatan ekonomi penduduk, Terdapat usaha kedai makanan, restoran, hotel dan penginapan, Akses penduduk ke pusat perdagangan (pertokoan, pasar permanen dan semi permanen, Terdapat sektor perdagangan di permukiman (warung dan minimarket), Terdapat kantor pos dan jasa logistik, Tersedianya lembaga perbankan umum (Pemerintah dan Swasta), Tersedianya BPR, Akses penduduk ke kredit, Tersedianya lembaga ekonomi rakyat (koperasi), Terdapat moda transportasi umum (Transportasi Angkutan Umum, trayek reguler dan jam operasi Angkutan Umum), Jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor roda empat atau lebih (sepanjang tahun kecuali sepanjang musim hujan, sepanjang tahun kecuali saat tertentu), dan Kualitas Jalan Desa (Jalan terluas didesa dengan aspal, kerikil, dan tanah)
  • 3. Dimensi Ekologi, terdiri dari: Ada atau tidak adanya pencemaran air, tanah dan udara, Terdapat sungai yg terkena limbah, Kejadian Bencana Alam (banjir, tanah longsong, kebakaran hutan), Upaya/Tindakan terhdap potensi bencana alam (Tanggap bencana, jalur evakuasi, peringatan dini dan ketersediaan peralatan penanganan bencana), dan Upaya Antisipasi, mitigasi bencana alam yg ada di desa

Klasifikasi Status Desa dalam PermendesaPDTTrans Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun adalah:

  • 1. Desa Mandiri memiliki kemampuan melaksanakan pembangunan desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan ketahanan ekologi secara berkelanjutan. Desa mandiri atau desa madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun lebih besar (>) dari 0,8155.
  • 2. Desa Maju memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan. Desa maju atau desa pra-madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,8155 dan lebih besar (>) dari 0,7072.
  • 3. Desa Berkembang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan. Desa berkembang atau desa madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,7072 dan lebih besar (>) dari 0,5989.
  • 4. Desa Tertinggal memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi tetapi belum, atau kurang mengelolanya dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa tertinggal atau desa pra-madya adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan sama dengan (≤) 0,5989 dan lebih besar (>) dari 0,4907.
  • 5. Desa Sangat Tertinggal mengalami kerentanan karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi, dan konflik sosial sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi, dan ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa sangat tertinggal atau desa pratama adalah desa yang memiliki Indeks Desa Membangun kurang dan lebih kecil (≤) dari 0,4907.

Peraturan Terkait Data Kondisi Desa :

Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun.

Siapa yang melakukan SID, baik dari Pemerintah Daerah kepada Desa maupun dari Desa kepada masyarakat dan sebaliknya?

  • 1. Berdasarkan pasal 86 UU No. 14 Tahun 2014 pasal 1 Desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sedangkan Pasal 2 menjelaskan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi desa dan pembangunan kawasan perdesaan;
  • 2. Dalam pelaksanaanya maka pemerintah daerah melalui instansi terkait wajib memberikan informasi kepada desa terkait Rencana Kerja Pemerintah Daerah, program yang berjalan di desa, pagu indikatif desa, maupun informasi kabupaten yang terkait/berhubungan dengan desa. Informasi tersebut disampaikan ke masing-masing desa melalui media informasi daerah;
  • 3. Kepala Desa wajib memberikan/menyebarkan informasi kepada masyarakat desa secara tertulis terkait penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun;
  • 4. MasyarakatdDesa dapat menyampaikan/meminta informasi yang terjadi di desanya kepada Kepala Desa dan Pemerintah Daerah melalui media informasi desa, termasuk informasi menyangkut: penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Desa / Kecamatan / Kabupaten

Deskripsi Hubungan Desa dengan Kecamatan/Kabupaten

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, desa menurut UU No. 6/ 2014 didefinsikan sebagai daerah otonom (local self-government). Akan tetapi, desa tidak mempunyai urusan pemerintahan yang didesentralisasikan dari pemerintah pusat kepada desa, tidak mempunyai “kepala daerah” dan tidak mempunyai birokrat lokal untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang didesentralisasikan, serta tidak mempunyai kewenangan menarik pajak dan retribusi lokal. Berdasarkan fakta ini, hubungan pemerintahan antara pemerintah desa dengan pemerintahan atasan bukan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 UUD 1945. Status BPD berbeda dengan status DPRD. Karena BPD tidak secara langsung memiliki fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran sebagaimana dimiliki oleh DPRD. Demikian juga status perangkat desa. Perangkat desa bukan birokrat profesional pada tingkat desa dalam pengertian local government sedangkan birokrat kabupaten adalah birokrat profesional lokal. Perangkat desa bukan birokrat lokal karena mereka bukan Aparatur Sipil Negara sebagaimana diatur dalam UU No. 5/ 2014.

Hubungan pemerintahan desa dengan kecamatan adalah hubungan koordinasi. Sesuai dengan UU No. 6/ 2014, Pemerintah Kabupaten harus melakukan identifikasi dan inventarisasi kewenangan berdasarkan hak asal usul. Dalam hal identifikasi dan inventarisasi kewenangan lokal skala desa, kecamatan melakukan koordinasi dengan semua desa untuk mendapatkan materi kewenangan lokal skala desa secara empirik. Hasil identifikasi dan inventarisasi tersebut menjadi masukan kepada Pemerintah Kabupaten sebagai dasar pembuatan Peraturan Bupati tentang kewenangan berdasarkan asal-usul dan kewenangan lokal skala desa. Peraturan Bupati kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Desa sebagai penjabaran yang lebih operasional atas Peraturan Bupati. Dalam hal kewenangan desa berdasarkan penugasan dari pemerintah atasan maka hubungan desa dengan kecamatan adalah koordinasi, instruksi, dan pengawasan. Hal tersebut tidak berlaku dalam konteks kewenangan asli desa. Hubungan pemerintah desa dengan pemerintah provinsi sesuai dengan UU No. 6/ 2014 adalah hubungan subordinat di bawah kabupaten. Provinsi dapat memberi tugas langsung kepada desa atau melalui kabupaten. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, juga menjelaskan tugas kepala desa dalam membantu Camat baik dalam hal pemerintahan dan pelayanan, serta melakukan pemberdayaan masyarakat.

Hubungan kerja antara pemerintah desa dengan pemerintah pusat yaitu Kemendagri dan Kemendes dilakukan melalui perantara Pemerintah Kabupaten melalui BPMPD sebagai pembina kelembagaan desa. Hubungan pemerintah desa dengan Kemendagri dan Kemendes adalah berupa pelaksanaan tugas yang meliputi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Bentuk hubungan penugasan tersebut mekanismenya dilakukan melalui BPMPD dan SKPD terkait disertai pembiayaannya. Bentuk konkritnya desa menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMPDes), Rencana Kerja Pembangunan (RKPDes), dan Rencana Anggaran dan Belanja Desa (RAPBDesa) yang dananya besumber dari ADD Kabupaten. Penyusunan dokumen tersebut lebih banyak disusun oleh BPMPD dengan fasilitasi aparatur kecamatan.

Secara eksplisit fungsi Camat kepada Desa dalam fungsi pembinaan dan pengawasan antara lain:

  • 1. Fasilitasi penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
  • 2. Fasilitasi administrasi tata pemerintahan desa;
  • 3. Fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
  • 4. Fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
  • 5. Fasilitasi pelaksanaan tugas Kepala Desa dan Perangkat Desa;
  • 6. Fasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;
  • 7. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD;
  • 8. Rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa;
  • 9. Fasilitasi sinkronisasi Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Pembangunan Desa;
  • 10. Fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
  • 11. Fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
  • 12. Fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
  • 13. Fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
  • 14. Fasilitasi kerjasama antardesa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
  • 15. Fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan dan penegasan batas desa;
  • 16. Fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa;
  • 17. Koordinasi pendampingan desa di wilayahnya;
  • 18. Koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya.

Sedangkan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengatur dan mengurus Desa antara lain:

  • a. Penataan desa, mulai dari penetapan desa dan desa adat, pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, penyesuaian kelurahan;
  • b. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan peraturan daerah;
  • c. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa secara serentak termasuk pembiayaan, struktur organisasi dan tatalaksana pemerintahan desa, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, penghasilan tetap pemerintah desa, dan pengisian BPD;
  • d. Alokasi Dana Desa serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
  • e. Penetapan kawasan perdesaan.

Peraturan Terkait Hubugan Desa dengan Kecamatan dan Kabupaten :

  • 1. PP 47/2015 Jo PP 43/2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
  • 2. Permendagri No. 114/2014 tentang Pedoman Pembangunan Desa.
  • 3. Permendesa DTT No. 1/2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
  • 4. Permendesa DTT No. 2/2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
  • 5. PMK No. 247/PMK.07/2015 tentang Tata Cara Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa dan Dana Desa.
  • 6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2018.

Apa bentuk pembinaan dan pengawasan yang dapat dilakukan Camat kepada Desa?

Secara eksplisit mengatur fungsi pembinaan dan pengawasan Camat kepada desa sebagai berikut:

  • 1. Fasilitasi penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa;
  • 2. Fasilitasi administrasi tata Pemerintahan Desa;
  • 3. Fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa;
  • 4. Fasilitasi penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan;
  • 5. Fasilitasi pelaksanaan tugas Kepala Desa dan perangkat Desa;
  • 6. Fasilitasi pelaksanaan pemilihan Kepala Desa;
  • 7. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi BPD;
  • 8. Rekomendasi pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa;
  • 9. Fasilitasi sinkronisasi Perencanaan

Pembangunan Daerah dengan Pembangunan Desa;

  • 1. Fasilitasi penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan;
  • 2. Fasilitasi penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;
  • 3. Fasilitasi pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewajiban lembaga kemasyarakatan;
  • 4. Fasilitasi penyusunan perencanaan pembangunan partisipatif;
  • 5. Fasilitasi kerjasama antardesa dan kerjasama desa dengan pihak ketiga;
  • 6. Fasilitasi penataan, pemanfaatan, dan pendayagunaan ruang desa serta penetapan dan penegasan batas desa;
  • 7. Fasilitasi penyusunan program dan pelaksanaan pemberdayaan masyarakat desa
  • 8. Koordinasi pendampingan desa di wilayahnya; dan
  • 9. Koordinasi pelaksanaan pembangunan kawasan perdesaan di wilayahnya

Bagaimana batas-batas kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam mengatur dan mengurus Desa?

UU Desa memberi amanat dan kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai berikut:

  • 1. Penataan Desa, mulai dari penetapan desa dan desa adat, pembentukan, penghapusan, penggabungan, perubahan status, penyesuaian kelurahan;
  • 2. Pemerintah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan peraturan daerah;
  • 3. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Desa secara serentak termasuk pembiayaan, struktur organisasi dan tatalaksana pemerintahan desa, pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa, penghasilan tetap pemerintah desa, dan pengisian BPD;
  • 4. Alokasi Dana Desa serta bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
  • 5. Penetapan kawasan perdesaan.

Hak dan Kewajiban Kepala Desa/Perangkat Desa

Deskripsi Hak, Wewenang dan Kewajiban Kepala Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, pemerintah desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala desa adalah pejabat pemerintah desa yang mempunyai wewenang, tugas dan kewajiban untuk menyelenggarakan rumah tangga desanya dan melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.

Kepala desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Hak Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas, kepala desa berhak:

  • 1. Mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa;
  • 2. Mengajukan rancangan dan menetapkan peraturan desa;
  • 3. Menerima penghasilan tetap/gaji setiap bulan, tunjangan, dan penerimaan lainnya yang sah, serta mendapat jaminan kesehatan;
  • 4. Mendapatkan pelindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan; dan
  • 5. Memberikan mandat pelaksanaan tugas dan kewajiban lainnya kepada perangkat desa.

Wewenang Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas di atas, kepala desa berwenang:

  • 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;
  • 2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;
  • 3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa;
  • 4. Menetapkan peraturan desa;
  • 5. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa;
  • 6. Membina kehidupan masyarakat desa;
  • 7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;
  • 8. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;
  • 9. Mengembangkan sumber pendapatan desa;
  • 10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
  • 11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;
  • 12. Memanfaatkan teknologi tepat guna;
  • 13. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;
  • 14. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  • 15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewajiban Kepala Desa

Dalam melaksanakan tugas, Kepala Desa berkewajiban:

  • 1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika;
  • 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;
  • 3. Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;
  • 4. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan;
  • 5. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;
  • 6. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih,serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;
  • 7. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di desa;
  • 8. Menyelenggarakan administrasi pemerintahan desa yang baik;
  • 9. Mengelola keuangan dan aset desa;
  • 10. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa;
  • 11. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;
  • 12. Mengembangkan perekonomian masyarakat desa;
  • 13. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa;
  • 14. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan di desa;
  • 15. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup; dan
  • 16. Memberikan informasi kepada masyarakat desa.

Dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak, dan kewajiban, Kepala Desa wajib:

  • 1. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota;
  • 2. Menyampaikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Walikota;
  • 3. Memberikan laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran; dan
  • 4. Memberikan dan/ atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.

Perangkat Desa

Perangkat Desa terdiri atas:

  • 1. Sekretariat desa;
  • 2. Pelaksana kewilayahan; dan
  • 3. Pelaksana teknis.

Perangkat Desa adalah unsur staf yang membantu Kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam Sekretariat Desa, dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan. (Pasal 1 ayat 5 Permendagri 83/2015).

Kepala Desa dapat mengangkat unsur staf Perangkat Desa. Unsur staf tersebut untuk membantu Kepala Urusan, Kepala Seksi, dan Kepala Kewilayahan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan desa. (Pasal 8 Permendagri 83/2015)

Peraturan terkait Hak dan Kewajiban Kepala Desa/Perangkat Desa:

  • 1. Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2014 tentang desa sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.
  • 2. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul Dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.
  • 3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Apa dan bagaimana kedudukan Kepala Desa menurut UU Desa?

  • Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26, Kepala Desa adalah bertugas menyelenggarakan pemerintahan desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
  • Penjelasan UU Desa menyatakan Kepala Desa/Desa Adat berkedudukan sebagai kepala Pemerintah Desa/Desa Adat dan sebagai pemimpin masyarakat. Kepala desa adalah pemimpin masyarakat. Artinya kepala desa memperoleh mandat dari rakyat, yang harus mengakar dekat dengan masyarakat, sekaligus melindungi, mengayomi dan melayani warga masyarakat.

Hak dan Kewajiban Kepala Desa

Berdasarkan UU No. 6 tahun 2014 Pasal 26 ayat 2, 3 dan 4, wewenang, hak dan kewajiban kepala desa telah diatur secara jelas dan terperinci.

Apakah Kepala Desa itu bawahan Bupati?

Kepala Desa berbeda dengan camat maupun lurah. UU Desa mengkonstruksikan pemerintahan desa sebagai gabungan fungsi masyarakat berpemerintahan (self governing community) dengan pemerintahan lokal (local self government). Dalam rangka self governing community, kepala desa sebagai pemimpin masyarakat bukan bawahan bupati. Posisi bupati adalah pembinaan dan pengawasan tetapi tidak memerintah. Sedangkan dalam rangka local self government, kepala desa merupakan kepala pemerintahan organisasi pemerintahan paling kecil dan paling bawah dalam pemerintahan NKRI.

Bagaimana laporan kinerja Kepala Desa?

Kepala Desa memberikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati dalam rangka pengendalian dan pengawasan, dan memberikan keterangan kepada BPD yang memiliki hak untuk meminta keterangan tentang penyelanggaraan pemerintahan desa, serta menyampaikan informasi kepada masyarakat.

Bagaimana proses pertanggungjawaban dokumen pelaksanaan pembangunan dan keuangan desa?

Kepala desa memiliki kewajiban untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pembangunan dan keuangan desa. Laporan tersebut bersifat periodik semesteran dan tahunan, yang disampaikan ke Bupati/Walikota dan menyampaikan ke BPD. Rincian laporan sebagai berikut:

Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat):

  • (1) Laporan kepada Bupati/Walikota (melalui camat):
  • (2) Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APB Desa kepada Bupati/Walikota setiap akhir tahun anggaran;
  • (3) Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa. Laporan pertanggung jawaban pelaksanaan pembangunan dan keuangan Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa selanjutnya laporan tersebut diinformasikan kepada masyarakat secara tertulis dan dengan media informasi yang mudah diakses oleh masyarakat.

Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Deskripsi Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Di dalam Pusat Data Desa Indonesia (PDDI) ini, pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikutsertakan masyarakat desa melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa. Musyawarah perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat desa.

Pembangunan desa dilaksanakan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa dengan semangat gotong royong serta memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam desa. Pelaksanaan program sektor yang masuk ke desa diinformasikan kepada pemerintah desa dan diintegrasikan dengan rencana pembangunan desa. Masyarakat desa berhak mendapatkan informasi dan melakukan pemantauan mengenai rencana dan pelaksanaan pembangunan desa. Hal tersebut selaras dengan asas keterbukaan dan proporsionalitas, yaitu:

  • Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan pemerintahan desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  • Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan pemerintahan desa.

Hak dan kewajiban masyarakat desa sangat terkait erat dengan hak dan kewajiban desa. Kedua hal ini secara khusus diatur dalam UU Desa No.6/2014 pada BAB VI, tentang Hak dan Kewajiban Desa dan Masyarakat Desa.

Hak dan Kewajiban Desa

Dalam Pasal 67 ayat 1, dinyatakan bahwa desa mempunyai hak untuk:

  • Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;
  • Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; dan
  • Mendapatkan sumber pendapatan.

Pada pasal 2, tercantum kewajiban desa yaitu:

  • Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
  • Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa;
  • Mengembangkan kehidupan demokrasi;
  • Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan
  • Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa.

Untuk memastikan agar masyarakat desa dapat mendorong pemerintah desa memenuhi kewajibannya dan juga memperoleh haknya, maka sangatlah penting untuk masyarakat desa memahami hal-hal tersebut. Dan sebaliknya, masyarakat desa juga harus memahami apa yang menjadi hak dan kewajibannya.

Hak dan Kewajiban Masyarakat Desa

Hak masyarakat desa dijabarkan pada Pasal 68 ayat 1, yaitu:

  • Meminta dan mendapatkan informasi dari pemerintah desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;
  • Memperoleh pelayanan yang sama dan adil;
  • Menyampaikan aspirasi, saran, dan pendapat lisan atau tertulis secara bertanggung jawab tentang kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa;
  • Memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi: 1. Kepala desa; 2. Perangkat desa; 3. Anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau 4. Anggota Lembaga Kemasyarakatan Desa.
  • Mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan ketertiban di Desa.

Sementara itu rincian kewajiban masyarakat desa yang dijabarkan pada ayat 2 meliputi:

  • Membangun diri dan memelihara lingkungan desa;
  • Mendorong terciptanya kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang baik;
  • Mendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di desa;
  • Memelihara dan mengembangkan nilai permusyawaratan, permufakatan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan di desa; dan
  • Berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.

Dalam UU Desa ini, Pemberdayaan masyarakat desa merupakah salah satu komponen utama dalam pembangunan desa. Dalam hal ini, pemberdayaan masyarakat desa diartikan sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa.

Hal tersebut selaras dengan semangat pengaturan desa dalam UU ini, yang diantaranya bertujuan untuk:

  • Melestarikan dan memajukan adat, tradisi, dan budaya masyarakat desa;
  • Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama;
  • Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan.

Untuk mewadahi peran aktif masyarakat, warga desa dapat menyalurkannya antara lain melalui: keterlibatan aktif di Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Kemasyarakatan Desa atau Lembaga Adat Desa dengan penjelasan sebagai berikut:

Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Badan Permusyawaratan Desa merupakan badan permusyawaratan di tingkat desa yang turut membahas dan menyepakati berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam upaya meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat Ddsa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, Pemerintah Desa dan/atau Badan Permusyawaratan Desa memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa.

Dalam Pasal 55 tentang Badan Permusyawaratan Desa, tercantum fungsi-fungsi BPD yaitu:

  • Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;
  • Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan
  • Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Secara rinci, pada Pasal 56 dijelaskan bahwa:

  • Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis.
  • Masa keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah/janji.
  • Anggota Badan Permusyawaratan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipilih untuk masa keanggotaan paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut.

Lembaga Kemasyarakatan Desa

Dalam bagian penjelasan UU Desa, dijabarkan bahwa: di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan desa bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa. Lembaga kemasyarakatan desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

Dalam Pasal 94, tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa diatur bahwa:

  • Desa mendayagunakan lembaga kemasyarakatan desa yang ada dalam membantu pelaksanaan fungsi penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.
  • Lembaga kemasyarakatan de

Profil

Desa Sitirejo - Kecamatan Tambakromo
Kabupaten Pati - Jawa Tengah
Website desa dibangun dengan tujuan sebagai media pelayanan publik resmi desa, yang dibangun dan dikelola oleh tim desa Sitirejo. Dengan memanfaatkan website penyelenggaraan pelayanan publik dapat dilakukan secara cepat dan mudah > purwanto.sitirejo@desa.mail.go.id

selengkapnya

Kontak Kami

Kantor Pemerintahan Kecamatan Tambakromo Desa Sitirejo.
Kode Pos 59174

+62 822-2533-5299
sitirejo.desaku@gmail.com